MAKALAH
SEJARAH
PEMIKIRAN TEORI EKONOMI MAZHAB SOSIALIS
Disusun
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Teori Ekonomi
Dosen
pengampu
Prof.
Dr. H. Disman, M.S.
Oleh:
Eva Hadijah 1600152
Dikri Taufik Fadlilah 1600074
Ira Rahayu 1603410
Ira Yulia Agustina 1602162
Rizki Kurniawan Pratama 1607341
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
FAKULTAS
PENDIDIKAN EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS
PENDIDIKAN INDONESIA
BANDUNG
2018
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Sejarah Pemikiran
Teori Ekonomi Mazhab Sosialis”. Makalah
ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah Teori Ekonomi.
Makalah ini
berisi uraian mengenai sejarah pemikiran mazhab sosialis, ekonomi mazhab
sosialis utopis, ekonomi mazhab sosialis ilmiah, serta tokoh-tokoh pemikir
mazhab sosiais.
Terima kasih
kami ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. H. Disman, M.S. selaku dosen pengampu mata kuliah Sejarah Teori Ekonomi
beserta teman-teman kelompok yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah
ini.
Makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat
membangun sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah
ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Bandung,
5 Maret 2018
Penyusun
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
2
C.
Tujuan
Penulisan
3
BAB II PEMBAHASAN
4
A. Sistem Ekonomi Sosialis
4
B. Latar Belakang Pemikiran Mazhab Sosialis
4
D.
Kritik Atas
Sosialisme Utopis
9
E.
Dialektika dan
Materialisme Historis
13
F.
Kontradiksi
Internal Kapitalisme dan Sosialisme Ilmiah
15
G.
Tokoh-tokoh Pemikir Mazhab Sosialis
18
BAB III PENUTUP
32
A.
Kesimpulan
32
B.
Saran
32
Daftar Pustaka
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Mazhab Sosialisme
Pemikiran-pemikiran
mazhab Klasik dinilai oleh para pemikir ekonomi selanjutnya
banyak terdapat kelemahan-kelemahan, dan merugikan masyarakat, terutama
banyak merugikan kaum buruh. Maka kemudian
lahirlah
mazhab baru yang dinamakan mazhab sosialisme. Mazhab Sosialisme dikatakan lahir an bekembang sebagai reaksi terhadap
akibat buruk dari adanya revolusi
industri. Revolusi Industri memang membawa kemajuan dan banyak kekayaan,
sungguh pun pada kenyataannya banyak dari rakyat terutama kaum buruh yang
hidupnya tetap miskin karena gaji
buruh bukan hanya sangat rendah tetapi juga selalu ditekan.
Para tokoh pemikir Sosialisme sangat anti terhadap kapialisme dan
individualisme, karenameraka yang
semakin kaya itu adalah hanya kaum pemilik modal atau kaum kapitalis, dengan
demikiantejadi kesenjangan ataupun ketimpangan pola hidup, yaitu jurang yang
semakin dalam antara si kaya dan miskin.
Sosialisme merupakan doktrin yang menyokon pemilikan dan pengawasan
publik terhadap alat-alat produksi
utama, adapun tujuannya untuk mencapai distribusi barang yang lebih efisien dan
adil.
Prinsip Ajaran Sosialisme
Prinsip-prinsip ajaran Sosialisme berakar pada transformasi ekonomi, sosial,
dan kultural ropaselama abad 18 sampai 19.
Ide pokok lahirnya adalah dari suatu ketidak puasan manusia yang terusmenerus
akan kondisi eksistensinya. Ketidak-puasan itu tercermin dalam hasrat mereka
untuk mengatasiberbagai rupa kelangkaan, ketidakadilan, dan persoalan sosial
serta kerinduan akan keadilan, kebahagiaan, kesempurnaan.
Secara
garis besar, faktor-faktor yang mendorong lahirnya Sosialisme:
a. Karena
adanya revolusi Industri.
b. Karena
bangkitnya kaum borjuis (majikan) dan kaum proletariat (buruh).
c. Munculnya
pemikiran-pemikiran baru yang lebih terpelajar, dan lebih rasional terhadap
kehidupanmanusia & masyarakatnya.
d. Adanya
tuntutan-tuntutan berlakunya demokrasi dari hasil revolusi Perancis.
Perkembangan dan upaya semua
pengejaran terhadap kekayaan pribadi dianggap oleh mazhab Sosialisme sebagai
akar ketidakadilan diantara manusia, dan sebagai penyebab keruntuhan moral serta buruknya orde masyarakat.
Oleh sebab itu, penghapusan atas hak-hak milik swasta atau pun pengawasan terhadap manifestasinya yang tidak
diinginkan adalah merupakan ajaran pokok Sosialisme.
Para
tokoh pemikir Sosialisme menyatakan bahwa sesungguhnya kaum buruh (tenaga
kerja) adalah sumber dari seluruh kekayaan, oleh sebab itu kaum pekerja
seharusnya mendapatkan seluruhhasil usahanya. Sosialisme juga
mempertahankan bahwa karena produksi adalah usaha kolektif, dibawahsistem pabrik industri, maka
kepemilikan berbagai rupa alat-alat produksi harus pula secara kolektif.
2. Mazhab Historis
Volkgeist
Terminology inilah yang paling sering ditemui jika membuka lieteratur, dan
kemudian membaca bahagian aliran pemikiran hukum dalam lintasan Mazhab sejarah.
Istilah tersebut pertama kalinya dikembangkan oleh murid Friedrich Carl Von
Savigny (1779-1861) yang bernama G. Puchta, hukum merupakan pencerminan jiwa
dari rakyat.
Hukum itu
tidak dibuat, tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat (Das Recht
Wird Nicht Gemacht, Est Ist Und Wird Mit Dem Volke). Di dunia ini terdapat
banyak bangsa, dan tiap-tiap bangsa tadi memiliki suatu Volkgeist (jiwa
rakyat). Jiwa ini berbeda, baik menurut waktu maupun tempat.
Mencermati
pemikiran Savigny, dalam konteks yang melatarbelakanginya sehingga muncul
pemikiran perihal “Jiwa Bangsa atau Jiwa Rakyat”, setidaknya dipengaruhi oleh
dua Mazhab hukum.
B. Rumusan
Masalah
Dari penjelasan latar belakang di
atas maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Bagaimana
sistem ekonomi sosialis?
2.
Apa
yang melatarbelakangi pemikiran ekonomi sosialis?
3.
Bagaimana
pokok-pokok pemikiran mazhab sosialis?
4.
Bagaimana
kritik atas sosialisme utopis?
5.
Bagaimana
dialektika dan materialisme historis?
6.
Bagaimana
kontradiksi internal kapitalisme dan sosialisme
ilmiah?
7. Siapa saja tokoh dalam pemikiran mazhab
ekonomi sosialis?
C.
Tujuan Penulisan
Dari perumusan masalah di atas.
Tujuan penulisan makalah ini sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sistem ekonomi
sosialis.
2.
Untuk
mengetahui latar belakang pemikiran ekonomi sosialis.
3.
Untuk
mengetahui pokok-pokok pemikiran mazhab sosialis.
4.
Untuk
mengetahui kritik atas sosialisme utopis.
5.
Untuk
mengetahui dialektika dan materialisme historis.
6.
Untuk
mengetahui kontradiksi internal
kapitalisme dan sosialisme ilmiah.
7.
Untuk
mengetahui tokoh dalam pemikiran mazhab ekonomi sosialis.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Sistem Ekonomi Sosialis
Sistem ekonomi ini merupakan bentuk
resistensi dari sistem ekonomi sebelumnya yaitu sistem ekonomi
kapitalis. Karena sistem ekonomi kapitalis dituding menjadi penyebab tidak tercapainya suatu kesejahteraan
masyarakat yang merata. Sistem ekonomi sosialis merupakan kebalikan dari sistem
ekonomi kapitalis, yang mana menyerahkan segala siklus ekonomi sepenuhnya
kepada mekanisme pasar yang ada.
Sedangkan untuk
sistem ekonomi
sosialis, di mana pemerintah sangat memiliki peran sangat besar di dalam
mengelola roda
perekonomian dari hulu hingga hilir
dalam rantai perekonomian di masyarakat
(Dani, 2017).
Sistem ekonomi sosialis bukan berarti tidak memberikan kebebasan individu
dalam kegiatan ekonomi, individu tetap
diberikan kebebasan dalam melakukan
aktivitas ekonomi tetapi sangat terbatas
sekali, serta dengan adanya campur tangan pemerintah yang sangat besar.
Pemerintah melakukan campur tangan demi terwujudnya kemakmuran masyarakat bersama, tetapi di sisi lain kepemilikan individu yang
dibatasi menyebabkan kreativitas
individu menurun karena semangat untuk berkarya di bayang-bayangi oleh
pemerintah untuk kemakmuran bersama. Karena sistem ekonomi sosialis ini memiliki
pandangan bahwa suatu kemakmuran pribadi atau individu hanya dapat terwujud
jika berlandaskan kemakmuran secara bersama-sama. Sehingga konsekuensi yang
harus dipertaruhkan ialah penguasaan dan kepemilikan atas aset-aset
ekonomi maupun terhadap faktor-faktor
produksi yang ada sebagian besarnya adalah kepemilikan untuk sosial.
Pemikiran-pemikiran
mazhab Klasik dinilai oleh para pemikir ekonomi selanjutnya banyak terdapat
kelemahan-kelemahan, dan merugikan masyarakat, terutama banyak merugikan kaum
buruh. Maka kemudian lahirlah mazhab baru yang dinamakan mazhab sosialisme.
Mazhab Sosialisme dikatakan lahir
dan berkembang sebagai reaksi terhadap akibat buruk dari adanya revolusi
industri. Revolusi industri memang membawa kemajuan dan banyak kekayaan,
sungguhpun pada kenyataan banyak dari rakyat terutama kaum buruh yang hidupnya
tetap miskin karena gaji buruh bukan hanya sangat rendah tetapi juga selalu
ditekan.
Para tokoh pemikir Sosialisme sangat
anti terhadap kapitalisme dan individualisme, karena mereka yang semakin kaya
itu adalah hanya kaum pemilik modal atau kaum kapitalis, dengan demikian
terjadi kesenjangan ataupun ketimpangan pola hidup, yaitu jurang yang semakin
kaya antara si kaya dan si miskin.
Sosialisme
merupakan doktrin yang menyokong pemilikan dan pengawasan publik
terhadap alat-alat produksi utama, adapun tujuannya untuk mencapai distribusi barang
yang lebih efisien dan adil.
Prinsip Ajaran Sosialisme
Prinsip-prinsip ajaran Sosialisme berakar pada transformasi ekonomi, sosial,
dan kultural Eropa selama abad 18
sampai 19. Ide pokok lahirnya mazhab sosialisme adalah dari suatu ketidakpuasan
manusia yang terus menerus akan kondisi eksistensinya. Ketidakpuasan
itu tercermin dalam hasrat mereka untuk mengatasi berbagai kelangkaan,
ketidakadilan, dan persoalan sosial serta kerinduan akan keadilan, kebahagiaan,
kesempurnaan.
Secara garis besar, faktor-faktor yang mendorong
lahirnya Sosialisme:
1. Karena adanya revolusi Industri.
2. Karena
bangkitnya kaum borjuis (majikan) dan kaum proletariat (buruh).
3. Munculnya
pemikiran-pemikiran baru yang lebih terpelajar, dan lebih rasional terhadap
kehidupanmanusia & masyarakatnya.
4. Adanya tuntutan-tuntutan
berlakunya demokrasi dari hasil revolusi Perancis.
Perkembangan
dan upaya semua pengejaran terhadap kekayaan pribadi dianggap oleh mazhab
Sosialisme sebagai akar ketidak adilan diantara manusia, dan sebagai penyebab
keruntuhan moral serta buruknya
orde masyarakat. Oleh sebab itu, penghapusan atas hak-hak milik swasta atau pun
pengawasan terhadap manifestasinya yang tidak
diinginkan adalah merupakan ajaran pokok Sosialisme.
Para tokoh
pemikir Sosialisme menyatakan bahwa sesungguhnya kaum buruh (tenaga kerja)
adalah sumber dari seluruh kekayaan, oleh sebab itu kaum pekerja seharusnya
mendapatkan seluruhhasil usahanya.
Sosialisme juga mempertahankan bahwa karena produksi
adalah usaha kolektif, dibawahsistem pabrik
industri, maka kepemilikan berbagai rupa alat-alat produksi harus pula secara
kolektif.
Beberapa kesamaan dari pandangan kaum sosialis diantaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Semua kaum sosialis tidak mengakui gagasan mazhab
klasik mengenai harmoni kepentingan (harmony of interest). Sebaliknya,
mereka memandang masyarakat yang tersusun oleh kelas-kelas yang berbeda yang
kepentingannya saling bertentangan.
2.
Akibat dari pandangan pertama, kaum sosialis menentang
konsep laissez-faire, laissez passer yang berasal dari mazhab
fisiokrat dan kemudian dikembangkan oleh mazhab klasik, kecuali kaum anarkis
kaum sosialis yang lainnya menganggap negara memiliki potensi untuk menjadi
wakil progresif dari kepentingan kelas buruh.
3.
Kaum sosialis menolak hukum pasar (lois des
debouches) dari Jean Baptiste Say yang menyatakan bahwa penawaran
menciptakan permintaannya sendiri sehingga krisis jangka pendek tidak mungkin
terjadi). Kaum sosialis menganggap kapitalisme sebagai pembawa baik krisis
periodik maupun stagnasi umum.
4.
Kaum sosialis menyangkal menyangkal konsep humanitas
yang menjadi dasar mazhab klasik yakni keyakinan akan kesempurnaan manusia.
Kapitalisme menjadikan manusia lebih mementingkan kepentingan diri sendiri
melalui pencarian laba dan penumpukkan kekayaan.
5.
Kaum sosialis membela tindakan kolektif dan
kepemilikan umum atas perusahaan oleh pemerintah pusat atau pemerintahan lokal
atau koperasi dengan tujuan untuk memperbaiki bangsa.
6.
Tidak semua kaum sosialis sependapat bahwa negara
merupakan pengatur kegiatan ekonomi yang utama, masih ada juga kaum sosialis
yang menganggap bahwa mekanisme pasar masih sangat dibutuhkan untuk melakukan
efisien.
Walaupun
pengertian tentang sosialisme beragam, dapat dikatakan bahwa pandangan dari
tiap aliran didasarkan pada aliran Marx dan Engels. Semua aliran Marxisme
intinya melihat, mempertanyakan dan membahas mengapa dan bagaimana pola
produksi kapitalis telah mengubah formasi sosial-ekonomi masyarakat pra
kapitalis. Namun, yang terjadi justru adalah proses pemiskinan (pauperization),
proses penyengsaraan (immiserization), keadaan keterbelakangan (under
development) serta makin banyak dan berkembangnya jumlah “tentara cadangan
industry” (indusrial reserve army), dan bukannya proses pembangunan
(development) atau kemajuan (progress). Teori terkenal gagasan
kunci Marx adalah bahwa masyarakat berada dalam proses evolusi dari sistem
ekonomi yang tidak terlalu canggih dan tidak terlalu adil menuju suatu tujuan
akhir yang ideal. Dimulai negara feodal dan bergerak menuju merkantilisme ke
sistem modern kapitalisme, masyarakat secara alami akan masuk ke suatu sistem
yang lebih adil, lebih utopis. Hal tersebutlah yang disebut komunisme. Inti
dari teori Marx adalah teori nilai tenaga kerja. Gagasan yang ditulis dalam Das
Kapital (1867) tersebut menyatakan bahwa harga suatu komoditi senilai dengan
waktu yang diperlukan oleh seseorang untuk membuatnya.
Aliran
sosialisme sebelum Marx (yang lebih bersifat utopis) sering dimasukan kedalam
“sosialis”, sedangkan sosialisme yang digolongkan Marx termasuk kedalam
“komunis” atau sering disebut Marxisme. Namun, paham ini terus berkembang
menjadi berbagai jenis marxisme seperti marxisme ortodoks, neo marxis, human
marxis, aliran kiri baru (New Left), sosialis independen, dan lain sebagainya.
1. Sosialisme
utopian
Sosialisme utopian berkembang sejak
sekitar tahun 1800-an, dengan tokoh-tokohnya Henri Comte de Saint-Simon (1760-1825)
dengan bukunya Nouveau Christianisme (1825), Charles
Fourier yang menulis Nouveau Monde Industriel et sociétaire (1829), Robert
Owen yang menulis A New View on Society, or Essays on the
Formation of the Human Character (1813), dan Louis Blanc yang
menulis Organisation du travail (1893).
Seorang penulis roman utopis bernama Thomas More membayangkan
adanya sebuah pulau yang diberi nama Utopia dimana tidak ada hak milik pribadi,
semua milik komunal dan hari kerja ditetapkan sampai jam enam sore. Laki-laki
maupun perempuan berkewajiban untuk bekerja, ia menyarankan untuk wajib belajar
bagi laki-kaki dan perempuan serta kebebasan beragama.
Seorang filosof Inggris yang
berpikir tentang masyarakat yang paripurna yaitu Francis Bacon (1561-1626)
dalam Nova Atlantis (1623) menjelaskan bahwa masyarakat idaman
adalah masyarakat yang telah dilenyapkan dari kebodohan, prasangka buruk. Ia
berpendapat bahwa manusia itu akan bebas jika menemukan kebenaran. Pada tahun
yang sama seorang biarawan Italia Thomas Campanella (1568-1639)
berpendapat bahwa keluarga bukanlah dasar yang baik untuk pendidikan, karena
pendidikan haruslah dilakukan oleh negara setelah anak berusia 3 tahun.
Menurutnya, apabila segala sesuatu adalah milik bersama maka dengan bekerja 4
jam sudah dapat mencukupi kebutuhan hidup sejalan dengan pemikiran Vairassae
d’Allais dalam bukunya Histoire des Sevarambes (1680)
bahwa tanah dan semua milik lainnya adalah milik negara. Sedangkan Abbe
Morelly dalam bukunya Code de la Nature (1755)
menganggap bahwa milik perseorangan adalah sumber ketidakadilan social. Hal ini
didukung oleh pengikut komunisme Grancchus Babeuf (1760-1797).
Menurut James Harrington (1611-1677),
apabila tanah milik satu orang disebut monarki, apabila tanah terbagi-bagi
diantara beberapa orang disebut aristokrasi sedangkan apabila tanah dimiliki
oleh setiap orang disebut demokrasi. Ia menyusun desain negara yang demokratis.
Seorang utopis John Beller (1654-1725) dalam bukunya Proposals
for Raising a College of Industry of All Useful Trades and Husbandry (1696)menjelaskan
konsep koloni dengan mengumpulkan orang yang ingin bekerjasama dari mulai
pemodalan, tujuan sampai pembagian hasil untuk bersama. Hal ini sama halya
dengan pemikiran Robert owen dalam pendirian koperasi pertama yaitu Rochdale.
Pada umumnya pemikiran sosialis
utopian menganggap ekonomi pasar kompetitif itu tidak adil dan tidak rasional.
Mereka mencoba konsep pengaturan social sempurna. Mereka menawarkan dan
mengajarkan kebersamaan universal (universal togetherness), bukan
perjuangan kelas (class struggle) dan mengharapkan kaum kapitalis untuk
bekerjasama untuk pengimplementasian gagasannya.
2.
Sosialisme Negara
Sosialisme negara (state socialism) meliputi
gagasan mengenai pemilikan pemerintah dan pelaksanaan seluruh sector dengan
tujuan untuk mencapai sasaran masyarakat keseluruhan. Sosialis negara
menganggap negara sebagai kekuatan yang adil sehingga mampu menguntungkan kaum
buruh, negara dapat mengambil alih perusahaan-perusahaan yang memonopoli
masyarakat sehingga dapat membantu perkembangan perekonomian melalui pemberian
subsidi kepada koperasi-koperasi.
Louis Blanc dalam bukunya Organisation
du Travail (1839) menyebutkan bahwa konflik merupakan buah dari
persaingan yang korbannya adalah masyarakat yang lemah. Ia memberikan saran
bahwa harus adanya kebijaksanaan upah yang sama serta adanya koordinasi antara
kepentingan individual dengan kepentingan umum. Louis Blanc juga
mengusulkan untuk mendirikan ateliers sociaux yang merupakan
pabrik yang dikelolan oleh negara, sehingga para pekerja mendapatkan upah yang
kayak. Pabrik yang digagasanya akan lebih unggul dibanding dengan pabrik swasta
karena produktivitasnya lebih tinggi dan memungkinkan karyawan untuk
mendapatkan insentif dari sebagian laba.
Louis Blanc sempat mengimplementasikan gagasannya tersebut pada
saat memasuki pemerintahan revolusioner Prancis, akan tetapi mengalami
kegagalan karena para pekerja dipaksa untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak
produktif.
3.
Sosialisme Anarkis
Piere-Joseph Proudhon (1809-1865) berpendapat bahwa
segala bentuk pemerintahan adalah koersif dan harus dilenyapkan. Menurutnya,
segala bentuk milik pribadi adalah perampokan dan harus diganti menjadi hak
milik kolektif atas modal oleh kelompok-kelompok kooperatif, pemerasan dapat
dihindarkan apabila sebuah bank sirkulasi pusat memberikan kredit tanpa bunga
yang akan melenyapkan segala pertentangan kelas.
Dalam bukunya System des Contradictions économiqueou
Philosophie de la Misére (1846) ia mencipatakan salah satu paradoknya yaitu
anarki. Baginya, tujuan negara yang bebas adalah tidak lagi dibutuhkannya
pemerintah. Bentuk pemerintahan tertinggi adalah harmoni anarki dan ketertiban.
Sifat manusia pada dasarnya baik jika tidak ada korupsi yang dilakukan oleh
negara dan lembaganya. Proudhon mungkin adalah orang yang menganggap anarki
tidak sebagai tingkatan revolusioner, namun sebagai bentuk organisasi social
tertinggi.
D. Kritik
Atas Sosialisme Utopis
’Sosialisme modern,’ kata
Engels, ’pada pokoknya, adalah produk langsung dari pengenalan atas, di satu
sisi, antagonisme kelas yang ada dalam masyarakat sekarang, antara kaum
berpunya dan tak berpunya, antara kapitalis dan pekerja-upahan; di sisi lain, atas
anarki yang ada dalam produksi. Sosialisme modern, dengan demikian, adalah
suatu produk sosial-historis. Ia bukanlah gagasan yang begitu saja ada tanpa
ada situasi sosial yang mengondisikannya. Akar sosialnya terletak di ranah
ekonomi dan perjuangan antara kelas pekerja dengan kaum berpunya. Namun
demikian, sama seperti gagasan baru lainnya, Sosialisme modern, pada awalnya
harus menghubungkan dirinya dengan bahan-bahan intelektual yang tersedia
baginya, terlepas dari seberapa dalam akarnya terletak pada fakta-fakta ekonomi
material.
Diskursus sosialis
sebenarnya sudah muncul sejak lama. Pada saat perjuangan kaum borjuis melawan
para bangsawan feodal, diskursus sosialis juga bertumbuhan. Meskipun ketika
itu, para pekerja yang belum menjadi proletariat modern berada di bawah
’kepemimpinan’ kaum borjuis, tetapi terdapat momen-momen dimana gerakan mereka
muncul secara independen. Misalnya, kaum Anabaptis, sebuah kelompok Protestan
Radikal yang muncul pada masa Reformasi di abad ke-16 dan menyerukan kepemilikan
bersama atas kekayaan. Kemudian, kaum Digger dan True Leveller yang muncul pada
masa Revolusi Inggris di tahun 1640-an, dan berusaha menerapkan kepemilikan
bersama atas tanah. Seiring dengan munculnya gerakan-gerakan ini, tumbuh
pula diskursus sosialis dan gambaran utopis tentang kondisi sosial yang ideal.
Tiga tokoh besar sosialis
utopis yang menjadi fokus kritik Engels di pamflet ini, Saint Simon, Charles
Fourier dan Robert Owen, hidup pada masa setelah kaum borjuis memenangkan
pertarungannya dari para bangsawan feodal melalui revolusi demokratik di Eropa,
terutama Revolusi Perancis. Mereka terpengaruh oleh bahan-bahan intelektual
dari masa Revolusi Perancis yang menganggap Nalar (Reason) sebagai
ukuran dari segalanya. Padahal, ’kerajaan nalar’ itu tidak lain adalah
’kerajaan borjuis’ yang diidealisasi. Sama seperti para pemikir di masa
Revolusi Perancis, yang menganggap feodalisme sebagai irasional, ketiga tokoh
sosialis utopis di atas juga melihat berbagai macam problem sosial dan
penindasan di ’dunia borjuis’ yang baru sebagai irasional. Karenanya, mereka
ingin membawa ’kerajaan nalar’ dan keadilan abadi ke dunia.
Namun, ketiganya hidup di
masa ketika kapitalisme dan antagonisme kelas borjuis dengan proletariat belum
berkembang penuh. Industri modern baru muncul di Inggris dan belum dikenal di
Perancis. Kelas proletariat yang saat itu baru muncul juga belum memperlihatkan
kapasitasnya untuk berpolitik secara mandiri. Artinya, ketiga tokoh sosialis
utopis itu hidup di masa ketika solusi bagi berbagai problem sosial dan
kontradiksi kapitalisme belum tersedia. Tetapi, karena pengaruh diskursus
sebelumnya yang mengglorifikasi nalar, mereka menganggap bahwa perbaikan
masyarakat bisa dilakukan dengan nalar. Karenanya, mereka berusaha ’menemukan
sebuah sistem tatanan sosial yang baru dan lebih sempurna, serta memaksakannya
ke masyarakat dari luar dengan propaganda, dan jika memungkinkan, dengan contoh
dari eksperimen model-model komunitas.
Sekarang, mari kita lihat
pemikiran mereka. Pemikir yang pertama, Saint-Simon, adalah anak
kandung Revolusi Perancis. Ia berhasil menangkap adanya fakta perjuangan kelas
dalam masyarakat. Namun, karena kelas proletariat pada saat itu belum
berkembang penuh, ia melihat pertentangan kelas yang terjadi adalah antara
’pekerja’ dengan ’pemalas’ (idlers). Di sini, yang ia sebut sebagai
’pekerja’ bukan hanya buruh, tetapi juga pengusaha, pedagang dan bankir;
sementara ’pemalas’ adalah kaum feodal yang memiliki privilese, tetapi tidak
terlibat dalam produksi dan distribusi. Saint-Simon juga trauma dengan
pengalaman pemerintahan sayap-kiri Jacobin yang melakukan ‘teror’ pada masa
Revolusi Perancis, sehingga ia menganggap bahwa kelas-kelas yang tidak berpunya
yang direpresentasikan oleh pemerintahan Jacobin—tidak memiliki kapasitas
memimpin. Ia lalu merumuskan sebuah ekonomi sosialis yang dipimpin oleh sains
dan industri, yang personifikasinya adalah ilmuwan dan kaum borjuis. Ia
berharap kaum borjuis bisa mentransformasikan diri mereka menjadi semacam
pejabat publik yang baik atau wali amanat masyarakat.
Pemikir yang kedua,
Charles Fourier, melontarkan kritik terhadap masyarakat borjuis dengan
membandingkan kesengsaraan yang ada dengan janji-janji indah para ideolog
borjuis di masa sebelum Revolusi Perancis, tentang masyarakat yang didominasi
oleh nalar, sebuah peradaban dimana kebahagiaan menjadi universal. Ia juga
mengritik relasi antar-jenis kelamin serta posisi perempuan dalam masyarakat
borjuis. ’Ia adalah orang pertama yang menyatakan bahwa dalam masyarakat
apapun, tingkat emansipasi perempuan adalah ukuran alamiah dari emansipasi
secara umum. Fourier juga sudah menggunakan metode dialektika dan memiliki
konsepsi tentang sejarah masyarakat yang bergerak dengan kontradiksi. Dalam
kata-kata Engels, ’Fourier, seperti yang kita lihat, menggunakan metode
dialektika dengan tingkat keahlian yang sama seperti Hegel yang hidup semasa
dengannya.’
Pemikir yang ketiga,
Robert Owen, yang sekarang dikenal sebagai Bapak Koperasi Dunia, berasal dari
Wales dan hidup di masa Revolusi Industri di Inggris. Hal ini membuatnya bisa
melihat potensi emansipatif dari peningkatan produktivitas akibat perkembangan
kekuatan-kekuatan produktif. Owen juga merupakan seorang pengusaha, sehingga ia
memiliki pengetahuan praktis yang memadai tentang industri. Ia menjadi managing
partner dari sebuah pabrik kapas di New Lanark, Sktolandia, pada
1800-1829. Selama periode ini, ia berhasil mengubah situasi di daerah yang
berpenduduk 2.500 orang itu. Jam kerja yang saat itu masih 13-14 jam,
dikuranginya menjadi 10,5 jam. Kemudian, di saat krisis kapas membuat pabriknya
berhenti beroperasi selama 4 bulan, buruh-buruhnya tetap menerima upah penuh.
Ia juga membangun sekolah balita di New Lanark. Dan ini semua tidak berpengaruh
pada keuntungan pabriknya. Pabriknya tetap memperoleh untung besar.
Sekalipun sukses, ia
tetap tidak puas. Ia melihat bahwa para buruhnya tetap menjadi budak yang
berada di bawah belas kasihannya. Ia juga merefleksikan kenyataan bahwa 2.500
penduduk di New Lanark mampu memproduksi kekayaan yang sama banyaknya dengan
kekayaan yang diproduksi oleh 600.000 orang satu setengah abad sebelumnya.
Masalahnya, sebagian besar kekayaan ini jatuh ke tangan si pemilik pabrik. Apa
yang kemudian berusaha dilakukan Owen adalah merekonstruksi sebuah masyarakat
di mana kekayaan yang berlimpah ini bisa menjadi milik publik, untuk
kemaslahatan umum. Pada tahun 1823, Owen mengusulkan pembentukan koloni-koloni
Komunis untuk menyelesaikan penderitaan yang dialami masyarakat Irlandia. Ia
membuat sebuah rancangan praktis yang sangat rinci, dengan perkiraan ongkos
pendirian koloni-koloni itu, pengeluaran tahunannya dan pendapatan yang mungkin
didapat. Ia juga mulai menyerang kepemilikan pribadi dan melakukan
eksperimen-eksperimen pendirian koloni Komunis, seperti yang dilakukannya di
Amerika.
Namun, kali ini
eksperimennya berujung gagal dan ia kehilangan posisi sosial yang dimilikinya.
Kalau sebelumnya Owen adalah orang terpandang di masyarakat dan
pendapat-pendapatnya menjadi rujukan para negarawan serta bangsawan, maka
setelah menjadi ’komunis,’ mereka mengucilkannya. Ia juga jatuh miskin, karena
mengorbankan nyaris seluruh kekayaannya untuk melakukan eksperimen koloni
komunis yang gagal di Amerika. Tetapi, Owen tak patah arang. Kali ini ia
beralih ke kelas pekerja. Di sana, ia disambut dengan suka cita. Ia menjadi
ketua Serikat Buruh Inggris dan Irlandia yang Terkonsolidasi Secara
Nasional dan Besar, melalui kongres yang diikuti serikat-serikat buruh dan
komunitas-komunitas koperasi pada Oktober 1833 di London. Ia mengusulkan agar
serikat ini mengambil alih manajemen produksi dan mengorganisirnya dalam bentuk
koperasi. Ia juga menggagas Bazar Pertukaran Kerja yang Setara untuk
pertukaran produk kerja, dengan alat tukarnya berupa labor-notes yang
satu unitnya adalah satu jam kerja. Dengan cara ini, Owen berharap transformasi
masyarakat bisa dijalankan dengan cara damai. Tetapi, ia keliru. Para pengusaha
dan negara menentang keras Owen dan serikatnya. Pada Agustus 1834, serikat yang
dipimpin Owen ini pun terlikuidasi.
Gagasan para tokoh
sosialis utopis itu mendominasi pemikiran sosialis pada abad kesembilan belas.
Seperti yang telah dinyatakan di atas, pemikiran mereka muncul ketika solusi
bagi berbagai problem sosial dan kontradiksi kapitalisme belum tersedia.
Gagasan dan eksperimen mereka mengalami kegagalan, karena prasyarat material
untuk mewujudkan tatanan sosial yang mereka gagas belum terpenuhi. Mereka juga
menganggap sosialisme sebagai ekspresi dari keadilan, nalar dan kebenaran
absolut, yang terlepas dari sejarah. Yang diperlukan hanyalah menemukannya dan
menerapkannya ke dunia. Pendekatan mereka, dengan demikian, bersifat
‘idealistik’ dan hasilnya adalah utopia. Bagi Engels, untuk bisa diwujudkan,
sosialisme harus dijadikan ilmu pengetahuan: sosialisme ilmiah! Itu berarti
menemukan kemungkinan untuk mewujudkan sosialisme pada kenyataan riil yang
berlaku, yakni kenyataan kapitalisme.
E. Dialektika
dan Materialisme Historis
Untuk bisa menemukan
kemungkinan mewujudkan sosialisme pada kenyataan kapitalisme, diperlukan
analisa atas kontradiksi internal kapitalisme dan kemungkinan pelampauannya.
Analisa ini, pada gilirannya, hanya dimungkinkan dengan penemuan dialektika dan
konsepsi materialis tentang sejarah. Metode penalaran dialektis sebenarnya
sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Filsafat Yunani kuno lebih melihat dunia
secara keseluruhan, sebagai suatu totalitas, sementara bagian-bagiannya tidak
begitu dilihat. Karenanya, mereka tidak lagi melihat hal-hal yang
bergerak, berubah, menyatu dan berkaitan, tetapi justru melihat pergerakan,
perubahan, transisi dan keterhubungan itu sendiri. Segalanya,
dengan demikian, terlihat cair, terus-menerus berubah, X bisa menjadi X dan
bukan X. Ini adalah dialektika dalam bentuknya yang primitif dan naif.
Meski pandangan ini
mengekspresikan karakter umum dari hal-ihwal sebagai sebuah totalitas, tetapi
ia tidak memadai untuk menjelaskan komponen-komponen dari hal-ihwal tersebut
secara rinci. Dan tanpa penjelasan ini, kita tidak akan memiliki pemahaman yang
jernih tentang hal-ihwal tersebut sebagai sebuah totalitas. Karenanya, ilmu
alam dan sejarah kemudian melepaskan komponen-komponen itu dari koneksi alamiah
atau historis mereka, dan mengamatinya secara terpisah, wataknya, sebab-akibat
khususnya, dan sebagainya. Hal ini berjalan ratusan tahun, sehingga metode kerja
ini mewariskan kebiasaan untuk melihat suatu objek dan proses terlepas dari
totalitasnya, sebagai sesuatu yang statis dan konstan. Ketika cara pandang ini
ditransfer oleh Bacon dan Locke dari ilmu alam ke filsafat, muncullah cara
pandang metafisika yang sempit.
Di sini, Engels
membedakan antara pandangan dialektika dan metafisika.
Bagi pandangan metafisika, hal-ihwal dan gagasan yang merefleksikan hal-ihwal
tersebut, dianggap terpisah satu sama lain serta bersifat statis dan konstan,
tidak berawal dan tidak berakhir. Pandangan metafisika, dengan demikian,
berpikir dengan kerangka antitesa yang tak bisa dipecahkan, dimana X pasti akan
selalu menjadi X yang berbeda dengan non-X dan tidak bisa berubah menjadi
non-X. Positif dan negatif saling mengeksklusi satu sama lain secara absolut.
Pandangan ini juga sulit berpikir tentang gerak dan ’transisi.’ Meski pandangan
ini bisa dipakai di sejumlah bidang, tetapi cepat atau lambat, ia akan mencapai
batas-batasnya, dimana di luar itu, ia akan menjadi bersatu-sisi, restriktif,
abstrak, dan terjebak dalam kontradiksi yang tak bisa dipecahkan.
Sebaliknya, pandangan
dialektika melihat bahwa hal-ihwal dan gagasan yang merefleksikan hal-ihwal
tersebut, terkait satu sama lain, merupakan bagian dari suatu totalitas,
memiliki awal dan akhir, serta mengalami perubahan. Dalam proses perubahan atau
transisi, X masih bisa merupakan X, tetapi sekaligus juga sudah menjadi non-X.
Dalam pandangan dialektika, dua kutub antitesis, positif dan negatif, sekalipun
berkontradiksi, tetapi juga bisa saling mempenetrasi atau saling
mensyaratkan―biasa disebut juga sebagai ’relasi internal.’ Misalnya, kapital
dan kerja-upahan saling berkontradiksi, tetapi juga saling mensyaratkan.
Penalaran dialektis, yang
sudah ada sejak zaman Yunani Kuno, digunakan lagi oleh filsafat Jerman yang
muncul di abad ke-18 dan berpuncak pada Hegel. Namun, Hegel adalah seorang
idealis. Baginya, gagasan bukan cerminan dari kenyataan dan proses riil, tetapi
sebaliknya, kenyataan dan perkembangannya adalah perwujudan dari ’Ide’ yang
sudah ada sejak dulu. Akibatnya, sistem dialektika Hegelian terjatuh ke dalam
kontradiksi yang tak bisa dipecahkan. Di satu sisi, ia memiliki proposisi pokok
bahwa sejarah manusia merupakan sebuah proses perkembangan, yang karena
wataknya, tidak bisa mencapai finalitas dalam sebuah ’kebenaran absolut,’
tetapi di sisi lain, ia mengklaim pemikirannya sebagai esensi dari kebenaran
absolut itu. Dialektika, walau bagaimanapun, harus memberi ruang bagi
perkembangan pengetahuan dan tidak bisa menutupnya.
Kontradiksi yang ada
dalam idealisme Jerman, membawa kita kembali ke ’materialisme modern’ yang pada
dasarnya sudah dialektis, karena merupakan refleksi dari alam yang juga
dialektis. Engels optimis bahwa jika tiap cabang ilmu memperjelas posisinya
dalam totalitas hal-ihwal, maka suatu ilmu khusus tentang totalitas, yakni
filsafat, tidak lagi diperlukan. Apa yang tersisa dari filsafat hanyalah ilmu
tentang pikiran dan hukum-hukumnya, yaitu logika formal dan dialektika.
Sementara itu, terkait dengan konsepsi sejarah, fakta-fakta yang ada
menunjukkan bahwa semua sejarah―dengan pengecualian fase primitif―adalah
sejarah perjuangan kelas. Dan kelas-kelas yang bertarung merupakan hasil dari
cara produksi dan pertukaran yang berlaku. Struktur ekonomi adalah basis yang
mengondisikan keseluruhan suprastruktur hukum, politik, agama, filsafat dan
berbagai gagasan manusia. Gagasan manusia dikondisikan oleh keberadaannya, dan
bukan keberadaan manusia yang dikondisikan oleh gagasannya. Inilah konsepsi
materialis tentang sejarah.
Sejak adanya konsepsi
materialis tentang sejarah, sosialisme tidak lagi dianggap hanya sebagai temuan
pikiran, tetapi merupakan hasil dari perjuangan kelas proletariat dengan
borjuis. Tugas sosialisme, dengan demikian, bukan merumuskan sebuah sistem
kemasyarakatan yang sesempurna mungkin, tetapi mengamati kondisi
sosial-historis yang memunculkan kelas-kelas tersebut beserta antagonisme
mereka, dan menemukan dalam kondisi ekonomi masyarakat, solusi untuk mengakhiri
antagonisme tersebut.
F. Kontradiksi
Internal Kapitalisme dan Sosialisme Ilmiah
Dalam konsepsi materialis
tentang sejarah, sebab utama dari perubahan sosial dan revolusi politik
bukanlah gagasan manusia tentang kebenaran dan keadilan, tetapi perubahan pada
cara produksi dan pertukaran. Tumbuhnya persepsi bahwa organisasi sosial yang
berlaku itu tidak adil, irasional dan salah, merupakan tanda dari adanya
perubahan secara diam-diam di cara produksi dan pertukaran, yang membuatnya
berkontradiksi dengan organisasi sosial yang berlaku. Cara-cara untuk
menghilangkan kontradiksi inipun ada dalam cara produksi yang berubah itu.
Karenanya, cara-cara ini tidak bisa dirumuskan dengan deduksi dari
prinsip-prinsip dasar tertentu, tetapi harus ditemukan dalam sistem produksi
yang berlaku. Sosialisme, dengan demikian, merupakan ’refleksi ideal’ dari
kontradiksi internal kapitalisme di pikiran kelas yang paling tertindas di
bawah kapitalisme, yaitu kelas pekerja.
Pada saat cara produksi
kapitalis muncul, ia berkontradiksi dengan organisasi sosial feodal, seperti
sistem privilese dan ikatan keturunan. Kaum borjuis menghancurkan sistem feodal
ini dan membangun organisasi sosial kapitalis, seperti persaingan bebas,
kebebasan individu, dan sebagainya. Adapun peran historis kapitalisme adalah
mengonsentrasikan alat-alat produksi yang sebelumnya tersebar, dan
menjadikannya kekuatan produktif yang besar. Sebelum kapitalisme muncul,
’industri’ yang ada hanya berupa bengkel-bengkel berskala kecil, seperti pandai
besi desa, yang pekerjanya hanya si pandai besi dengan beberapa orang
asistennya. Di antara bengkel-bengkel ini, ada yang saling berjaringan, dengan
satu-dua orang pedagang sebagai koordinator atau perantara sekaligus penyedia
bahan baku. Alat-alat produksinya pun sederhana dan bersifat individual,
satu alat hanya bisa digunakan oleh satu orang pekerja. Lalu, muncul
kapitalisme yang mengonsentrasikan alat-alat produksi yang tersebar ini di
bawah kepemilikan pribadi segelintir orang yang menjadi kelas borjuis.
Untuk mengubah alat-alat
produksi ini menjadi kekuatan produktif yang besar, kelas borjuis harus
mengubah alat-alat produksi individual ini menjadi alat-alat produksi yang
berwatak sosial. Muncul mesin-mesin yang hanya bisa dioperasikan oleh
sekelompok orang, tidak bisa lagi hanya oleh satu-dua orang. Produksi pun tidak
lagi dilakukan di bengkel-bengkel kecil, tetapi di pabrik-pabrik dengan jumlah
pekerja yang banyak dan pembagian kerja yang terencana. Apa yang kemudian
terbentuk di sini adalah produksi yang tersosialisasi. Sebuah
produk tidak lagi bisa dikatakan sebagai hasil kerja individual, karena
merupakan hasil kerja bersama. Implikasi dari produksi yang tersosialisasi dan
termekanisasi ini adalah meningkatnya produktivitas dan dimungkinkannya
produksi berskala massal. Namun, karena yang memiliki alat-alat produksi adalah
kelas borjuis, hasil dari kerja bersama ini tetap merupakan milik kelas
borjuis. Di sini, kita dapatkan kontradiksi pokok dari kapitalisme, yaitu kontradiksi
antara produksi yang tersosialisasi dengan modus apropriasi kapitalis.
Kemudian, implikasi dari
konsentrasi alat-alat produksi di tangan segelintir kelas borjuis adalah bahwa
sebagian besar anggota masyarakat menjadi tidak memiliki alat-alat produksi.
Akibatnya, untuk bertahan hidup, mereka harus menjual tenaga kerja mereka kepada
kelas kapitalis. Mereka inilah yang menjadi pekerja-upahan atau proletariat
modern. Konsentrasi alat-alat produksi ini terjadi, misalnya, melalui
penghancuran sistem feodal, yang salah satu akibatnya adalah pengusiran petani
dari tanah-tanah tempat mereka bekerja sebelumnya. Para produsen komoditi kecil
pun tersapu oleh produksi kapitalis melalui persaingan, sehingga mereka juga
kehilangan alat-alat produksi mereka. Para kapitalis memang membutuhkan
pekerja-upahan untuk menjalankan produksi mereka, dan mereka mendapatkan
pekerja-upahan melalui proses ini. Dengan demikian, kontradiksi antara produksi
yang tersosialisasi dengan modus apropriasi kapitalis mengemuka dalam kontradiksi
antara kelas proletariat dengan borjuis.
Produksi kapitalis juga
merupakan produksi komoditi. Artinya, hasil produksi mereka harus dijual di
pasar. Di sini, kita temukan kontradiksi lain dari kapitalisme. Kalau di
tingkat unit produksi atau perusahaan, terdapat produksi yang terorganisir dan
terencana, maka di tingkat masyarakat, berbagai unit produksi yang ada diikat
oleh pasar yang penuh dengan persaingan dan anarkis. Jadi, terdapat kontradiksi
antara organisasi produksi dalam unit-unit produksi individual dengan
persaingan antar unit produksi di tingkat masyarakat secara keseluruhan.
Karena tekanan persaingan, tiap individu borjuis harus selalu berupaya menjual
komoditinya dengan harga lebih murah dari para pesaingnya. Cara yang mereka
tempuh adalah dengan meningkatkan produktivitas melalui mekanisasi agar mereka
bisa memproduksi lebih banyak komoditi dengan ongkos produksi lebih murah per
satu unit komoditi.
Implikasi dari hal ini
adalah mulai digantikannya tenaga manusia dengan mesin, yang berakibat pada
bertambahnya pengangguran. Upah juga menjadi semakin murah, karena supply pekerja-upahan
yang semakin banyak tidak sebanding dengan permintaan industri. Pendapatan dan
daya beli masyarakat pun menurun, sehingga pasar menyusut. Pada akhirnya, pasar
yang ada tidak mampu lagi menyerap komoditi yang semakin melimpah, sehingga terjadilah
krisis overproduksi. ’Cara produksi yang ada sedang memberontak terhadap
cara pertukaran yang berlaku, ungkap Engels. Krisis merupakan momen dimana
kekuatan-kekuatan produktif yang ada menegaskan karakter sosialnya dan
ketidaksesuaiannya dengan cara produksi kapitalis, serta ketidakmampuan kelas
borjuis untuk mengelola kekuatan-kekuatan produktif yang sudah demikian besar.
Solusi dari krisis cuma
satu: mengakui secara praktis watak sosial dari kekuatan-kekuatan produktif
yang ada, dan mengharmonisasi cara produksi, apropriasi dan pertukaran dengan
karakter sosial dari alat-alat produksi yang ada. ’Dan ini hanya bisa dilakukan
oleh masyarakat yang secara langsung dan terbuka mengambilalih kepemilikan atas
kekuatan-kekuatan produktif yang telah tumbuh di luar kontrol siapapun, kecuali
masyarakat secara keseluruhan itu sendiri. Dengan cara ini, anarki produksi
akan diganti dengan regulasi produksi berbasis kebutuhan masyarakat dan tiap
individu. Modus apropriasi kapitalis akan diganti dengan kombinasi antara modus
apropriasi sosial secara langsung sebagai cara untuk memelihara dan memperluas
produksi, dan modus apropriasi individual secara langsung sebagai alat
subsistensi dan pemuasan kebutuhan.
Lapisan sosial yang
sanggup menuntaskan revolusi di atas adalah kelas proletariat. Pasalnya, hanya
kelas inilah yang berkontradiksi sekaligus memiliki relasi saling
mensyaratkan dengan kapital. Kapital tidak bisa hidup tanpa
penghisapan proletariat dan proletariat akan berhenti menjadi proletariat
ketika kapital tidak ada. Kecenderungan kapitalisme untuk mendorong perpindahan
kepemilikan alat-alat produksi dari swasta ke Negara di saat krisis, juga
menunjukkan cara untuk menuntaskan revolusi ini, yakni dengan pengambilalihan
kekuasaan politik oleh kaum proletariat dan peletakan kepemilikan alat-alat
produksi di bawah Negara. Dengan menghancurkan kapital yang menjadi syarat
keberadaan dirinya, proletariat juga menghapuskan kelasnya sendiri sebagai
proletariat, dan dengan demikian, menghapuskan perbedaan dan antagonisme kelas
serta menghapuskan Negara sebagai alat dari kelas yang berkuasa. ’Pemerintahan
atas orang-orang akan diganti dengan tata laksana hal-hal yang diarahkan oleh
proses produksi.
Gagasan tentang
kepemilikan alat-alat produksi oleh masyarakat hanya mungkin diwujudkan jika
kondisi riil untuk mewujudkannya memang sudah ada. Selama kerja sosial secara
total hanya menghasilkan produk yang sedikit berlebih dari yang diperlukan oleh
semua orang untuk bertahan hidup, dan selama kerja yang diperlukan memakan
seluruh atau hampir seluruh waktu sebagian besar anggota masyarakat, maka
selama itu masyarakat berkelas akan terus ada. Hanya jika kekuatan-kekuatan
produktif yang ada sudah memadai, maka perwujudan sosialisme menjadi mungkin.
Dan sekarang, untuk pertama kalinya dalam sejarah, kemungkinan itu ada. Yang
diperlukan saat ini adalah memberikan kelas proletariat pengetahuan akan
kemungkinan ini dan tugas sejarahnya sebagai subyek revolusioner. Inilah tugas
dari ekspresi teoritik gerakan proletariat: sosialisme ilmiah!
G. Tokoh-tokoh Pemikir Mazhab Sosialis
1. Thomas Hodgskin
Nama :
Thomas Hodgskin
Tempat, tgl, Lahir : Chatham, 12 Desember 1787
Meninggal :
Feltham, britania raya, 21 Agustus 1869
Dipengaruhi : John Locke, Jean-Baptiste Say dan Adam
Smith
Thomas Hodgskin
adalah seorang penulis sosialis Inggris mengenai ekonomi politik, kritik
kapitalisme dan pembela perdagangan bebas dan serikat pekerja awal. Pada akhir
abad 19 dan awal abad ke 20, istilah "sosialis" termasuk lawan
kapitalisme, yang dianggap sebagai sistem politik yang dibangun atas hak
istimewa bagi pemilik modal.
Lahir dari
seorang ayah yang bekerja di Chatham Naval Dockyard, Hodgskin bergabung dengan
angkatan laut pada usia 12 tahun. Dia bangkit dengan cepat di tahun-tahun
perjuangan angkatan laut dengan Prancis berpangkat letnan pertama. Setelah
kekalahan angkatan laut Prancis, peluang untuk kemajuan ditutup dan Hodgskin
semakin mengalami masalah disipliner dengan atasannya, yang akhirnya memimpin
ke pengadilan bela diri dan pemecatannya pada tahun 1812. Hal ini mendorong
buku pertamanya, An Essay on Naval Discipline (1813), sebuah kritik pedas
terhadap rezim otoriter brutal lalu saat ini di angkatan laut.
Memasuki
Universitas Edinburgh untuk belajar, dia kemudian datang ke London pada tahun
1815 dan memasuki lingkaran utilitarian di sekitar Francis Place, Jeremy
Bentham dan James Mill . Dengan dukungan mereka, dia menghabiskan lima tahun ke
depan dalam sebuah program perjalanan dan belajar di seluruh Eropa yang
menghasilkan, antara lain, dalam buku kedua, Travels in North Germany (1820).
Setelah 3 tahun
di Edinburgh, Hodgskin kembali ke London pada tahun 1823 sebagai seorang
jurnalis. Dipengaruhi oleh Jean-Baptiste Say antara lain, pandangannya tentang
ekonomi politik telah menyimpang dari ortodoksi utilitarian David Ricardo dan
James Mill . Selama kontroversi seputar tindakan parlementer untuk pertama kali
melegalkan dan kemudian melarang "kombinasi" pekerja, Mill dan
Ricardo telah mendukung larangan tersebut sementara Hodgskin mendukung hak
untuk berorganisasi. Dia menggunakan teori nilai kerja Ricardo untuk mengecam
penggunaan sebagian besar nilai yang dihasilkan oleh buruh pekerja industri
sebagai tidak sah. Dia mengemukakan pandangan-pandangan ini dalam serangkaian
ceramah di London Mechanics Institute (kemudian berganti nama menjadi Birkbeck,
University of London ) di mana dia berdebat dengan William Thompson , yang
dengannya dia berbagi kritik atas pengambilalihan kapitalis namun bukan obat
yang diajukan. Hasil ceramah dan perdebatan yang dia terbitkan sebagai
"Buruh Dibela terhadap Klaim Modal" (1825), "Ekonomi Politik
Populer" (1827) dan "Hak Alam dan Buatan untuk Kontrensi
Properti" (1832). Judul "Buruh Dibela" adalah sebuah gairah pada
"Commerce Defended" James Mill sebelumnya dan memberi tanda pada
penentangannya terhadap pihak kedua yang berpihak pada kapitalis melawan
karyawan mereka.
Meskipun
kritiknya terhadap penggunaan Pengusaha atas bagian terbesar dari nilai yang
dihasilkan oleh karyawan mereka terus mempengaruhi generasi sosialis berikutnya,
termasuk Karl Marx , keyakinan deist fundamental Hodgskin mengidentifikasi
produksi dan pertukaran berdasarkan teori nilai tenaga kerja (terbebas dari
yang seharusnya pengambilalihan sewenang-wenang, keuntungan, dan keuntungan
pemilik) sebagai bagian dari "hak alamiah", hubungan masyarakat yang
ditentukan secara ilahi, dikontraskan dengan alat buatan sumber
ketidakharmonisan dan konflik. Dia menolak proto-komunisme William Thompson dan
Robert Owen dengan daya tarik yang sama dengan "hak alamiah".
Pada tahun 1823,
Hodgskin bergabung dengan Joseph Clinton Robertson dalam mendirikan Majalah
Mekanika, dalam edisi Oktober 1823, Hodgskin dan Francis Place menulis sebuah
manifesto untuk Institut Mekanika. Ini akan lebih dari sekedar sekolah teknik,
tapi tempat dimana studi praktis dapat dikombinasikan dengan refleksi praktis
tentang kondisi masyarakat. Pertemuan perdana untuk menemukan Institut tersebut
berlangsung pada tahun 1823, namun gagasan tersebut diambil alih oleh
orang-orang yang pandangannya kurang radikal mengenai pandangan ekonomi Hodgkin
yang tidak ortodoks, termasuk George Birkbeck , seorang pendidik terkenal dari
Glasgow.
Meskipun
memiliki profil tinggi di masa revolusioner yang gelisah tahun 1820-an, dia
mundur ke ranah jurnalisme Whig setelah Undang-Undang Reformasi 1832 . Dia
menjadi advokat perdagangan bebas dan menghabiskan 15 tahun menulis untuk The
Economist . Dia bekerja di koran dengan pendirinya, James Wilson , dan dengan
Herbert Spencer muda. Hodgskin melihat runtuhnya Hukum Jagung sebagai langkah
awal menuju kejatuhan pemerintahan, dan anarkisme libertariannya dianggap
terlalu radikal oleh banyak kaum liberal di Liga Hukum Anti-Jagung . Dia
meninggalkan The Economist pada tahun 1857, namun terus bekerja sebagai
jurnalis selama sisa hidupnya.
2. Pierre-Joseph Proudhon (Joseph
Piere)
Nama : Pierre-Joseph Proudhon
(Joseph Piere)
Tempat,
tgl, Lahir : Besançon, Perancis. 15
Januari 1809
Meninggal : 19 Januari 1865 (umur 56) di
Passy, Paris, Perancis
Era : Filsafat abad ke-19
Aliran :
Sosialisme, anarkisme, mutualisme
Minat
utama : Kebebasan, properti,
otoritas, kemiskinan, keadilan sosial, egalitarianisme
Gagasan
penting : Properti adalah pencurian,
urutan anarki, federasi ekonomi, gradualisme anarkis
Dipengaruhi : Charles Fourier, Rousseau, G.W.F.
Hegel, Hugo Grotius
Mempengaruhi : Karl Marx, Mikhail Bakunin, Déjacque,
Silvio Gesell, Georges Sorel, Benjamin Tucker, Kevin Carson
Seorang pakar
ekonomi berkebangsaan Perancis dan juga seorang filosofis sosialis dan
merupakan orang yang pertama kali menyebut dirinya sebagai seorang
"anarkis" sekaligus salah seorang pemikir anarkis yang pertama.
Proudhon terkenal dengan pernyataan kerasnya bahwa "Hak milik pribadi
adalah pencurian! / Property is theft!”. Dia adalah anak seorang petani anggur.
Pada mulanya dia adalah seorang otodidak karena ketidakmampuan ekonomi
keluarganya membuatnya tidak mampu bersekolah, tetapi kemudian dia mendapat
beasiswa untuk studi filsafat dan ekonomi di Akademi Besancon.
Pemikiran
Proudhon adalah sosialis, tetapi berbeda dengan pemikir sosialis utopis
sebelumnya, Proudhon lebih mengutamakan hal-hal yang bersifat praktis. Proudhon
berpendapat bahwa manusia dalam hakikatnya terlahir sebagai individu yang bebas
dan mempunyai hak-hak asasi tertentu. Dalam interaksinya dengan individu yang
lain, individu-individu ini membentuk suatu masyarakat yang "alami"
yang juga mempunyai hak-hak asasi dalam dirinya. Hak-hak inilah yang kemudian
diperkosa oleh sistem ekonomi kapitalisme yang dikuasai oleh para pemilik modal.
Proudhon melawan
pengaruh tradisi Jacobin yang mendominasi pemikiran demokrat-demokrat di
Perancis dan kebanyakan sosialis pada saat itu, dan juga pengaruh negara dan
kebijaksanaan ekonomi dalam proses alami kemajuan sosial. Proudhon mengajarkan
'anarkisme damai', sikap anti terhadap angkatan bersenjata yang merupakan alat
sekaligus penguat sistem negara, sebab menurut keyakinannya masyarakat yang
secara moral layak bertahan hanya boleh tergantung kepada niat-baik yang
sukarela dari anggota-anggotanya.
Pada tahun 1839,
ia menulis salah satu esainya yang terkenal yaitu L’Utilité de la célébration
du dimanche yang berisi ide-ide revolusionernya. Pada tahun 1840 dia menulis
salah satu paper work yang kemudian terkenal karena esai itu menjadi pusat
perdebatannya dengan Karl Marx. Esai itu berjudul Systeme des Contadictions
economiques ou La Philosophie de la Misere (System of Economical
Contradictions: or, the Philosophy of Misery). Dalam bukunya ini, Proudhon
mengkritik habis komunisme ala Marx. Menurutnya, komunisme tidak lebih baik
daripada Kapitalisme. Komunisme mengancam martabat manusia dan mengabaikan
hak-hak asasi individu dan masyarakat. Komunisme juga hanya menyebarkan
kemelaratan dan kemiskinan dan membuat orang hidup seperti dalam pengasingan.
Serangan Proudhon atas konsep-konsep sosialisme Marx kemudian dibalas oleh Marx
dalam bukunya yang berjudul La Misere de la Philosophie (The Misery of
Philosophy).
Dalam tulisan
berserinya tentang hak milik yang diterbitkan dengan judul Theory of Property
(1840), Proudhon membuat suatu kalimat retoris yang terkenal : What is Property
?(Apa itu Hak Milik ?) Pertanyaan itu kemudian dijawabnya sendiri yaitu
"Property is Theft" (Hak Milik adalah Hasil Curian), "Property
is Despotism" (Hak Milik adalah Despotisme). Proudhon bukanlah penentang
hak milik, tetapi ia hanya marah melihat banyaknya hak milik yang diperoleh
bukan melalui cara yang benar dan juga dengan cara tidak bekerja. Proudhon juga
menganjurkan agar "property" seharusnya dibagikan secara merata
kepada individu-individu, keluarga, dan asosiasi pekerja.
Proudhon pernah
dipenjara karena tulisan-tulisannya yang menentang sistem ekonomi di Perancis.
Pada tahun 1860 dia dipenjara lagi karena tulisannya yang mengkritik kebijakan
Kaisar Napoleon III dalam hal ekonomi. Dia kemudian lari ke Belgia untuk
menghindari hukuman itu, tetapi kemudian dia mendapat amnesti dan kembali ke
Perancis.
3.
Karl Heinrich Marx (Karl Marx)
Nama : Karl Heinrich
Marx (Karl Marx)
Tempat,
tanggal lahir : Trier,
Prusia, 5 Mei 1818
Meninggal : London,
Inggris, 14 Maret 1883 (Umur 64 tahun)
Ayah/Ibu : Heinrich Marx/Henrietta Pressborch
Istri : Jenny von Westphalen (pada
1843)
Pekerjaan :
Filsuf, Editor, Wartawan, Penulis
Agama : Protestantisme,
kemudian tidak beragama (Atheis)
Era : Filsafat Abad ke-19
Karya :
Economic and Philosophical Manuscript, The German Ideology, The Class Strrunggles in France
and the Eighteenth Brumaire of Louis Bonaparte, The Communist Manifesto, Das
Capital.
Gagasan Penting : Pendiri Marxisme
(dengan Engels), nilai lebih,
kontribusi kepada teori nilai kerja,
alienation
dan eksploitasi pekerja, Manifesto Komunis,
Das Kapital,
materialist conception of history.
Karl Heinrich
Marx
adalah seorang filsuf, tokoh sosiologi, pakar ekonomi
politik
dan teori kemasyarakatan dari Prusia.
Karl Marx lahir dari keluarga progresif Yahudi.
Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi,
walaupun begitu ayahnya cenderung menjadi deis, yang kemudian
meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama
resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran
yang relatif liberal
untuk menjadi pengacara. Herschel pun mengganti namanya menjadi
Heinrich. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh
cendekiawan dan seniman pada masa-masa awal Karl Marx.
Marx menjalani sekolah
di rumah sampai ia berumur 13 tahun. Setelah lulus dari Gymnasium Trier,
Marx melanjutkan pendidikan di Universitas Bonn
jurusan hukum pada tahun 1835.
Pada tahun berikutnya, ayahnya memaksa Karl Marx untuk pindah ke universitas
yang lebih baik, yaitu Friedrich-Wilhelms-Universität
di Berlin.
Pada saat itu, Marx menulis banyak puisi dan esai tentang kehidupan,
menggunakan bahasa teologi
yang diwarisi dari ayahnya. Saat di Berlin, minat Marx beralih ke filsafat, dan
bergabung ke lingkaran mahasiswa dan dosen muda yang dikenal sebagai Pemuda
Hegelian. Marx mendapat gelar doktor pada tahun 1841
dengan tesis berjudul ‘The Difference
Between the Democritean and Epicurean Philosophy of Nature’
namun, ia harus menyerahkan disertasi ke Universitas Jena
karena Marx menyadari bahwa statusnya sebagai kelompok Hegelian muda radikal
akan diterima dengan kesan buruk di Berlin.
Pada tahun 1844
di Paris, Marx bertemu dengan Friedrich Engels. Setelah kematian Marx, Engels
lah yang meneruskan perjuangan Marxismenya. Engels berperan dalam lebih banyak
bersurat-suratan dengan kaum revolusioner, menyunting dan menerbitkan buku-buku
Marx, dan terus mempertahankan kebesaran Marx. Marx yang semasa hidupnya selalu
tinggal berpindah-pindah ini adalah anti-kapitalis.
Pemikiran-pemikiran
Marx ini dipengaruhi oleh Hegel, Feurbach, pemikir-pemikir sosialis Perancis
seperti St. Simon, Prudhon dan tokoh revolusioner seperti Blanqui. Berbagai
pemikiran Marx ini selanjutnya disebut sebagai paham Marxisme.
Pemikiran Karl Marx dalam bidang
ekonomi:
a.
Model Eksploitasi Kapitalisme Ala Marx
Dalam
Capital, yang dipublikasikan pada
1867, Marx berusaha memperkenalkan model alternatif untuk ekonomi klasik Adam
Smith. Sistem ini dimaksudkan untuk menunjukkan secara “ilmiah” bahwa sistem
kapitalisme mengandung cacat fatal, yakni hanya menguntungkan kapitalis dan bisnis
besar dengan mengeksploitasi buruh, dan kapitalisme akan mengalami krisis yang
pada akhirnya akan menghancurkan dirinya sendiri.
b.
Teori Nilai Kerja
Dalam
sistem kelas Ricardo, buruh memainkan peran kritis dalam menentukan nilai.
Ricardo, dan kemudian Marx, mengklaim bahwa tenaga kerja adalah satu-satunya
penghasil nilai. Nilai suatu “komoditas” harus sama dengan jumlah rata-rata
dari jam kerja yang dipakai dalam menciptakan komoditas itu.
c.
Teori Nilai Surplus
Jika
tenaga kerja adalah satu-satunya penentu nilai, lalu ke mana profit dan
bunganya? Marx menyebut profit dan bunga sebagai “nilai surplus”. Jika semua
nilai adalah produk dari tenaga kerja, maka semua profit yang diterima oleh
kapitalis dan pemilik tanah pastilah merupakan “nilai surplus” yang diambil
secara tidak adil dari pendapatan kelas pekerja.
Marx
mengembangkan rumus matematika untuk teori nilai surplusnya ini. Tingkat profit
(p) atau ekploitasi adalah sama
dengan nilai surplus (s) dibagi
dengan nilai produk akhir (r).
Jadi, p
= s / r
Marx membagi niai produk akhir
menjadi dua bentuk kapital (modal), yakni kapital
konstan (C) dan kapital variabel (V).
Kapital konstan merepresentasikan pabrik dan peralatan. Kapital variabel adalah
biaya tenaga kerja.
Persamaannya
menjadi: p = s
/ [v+c]
Marx berpendapat bahwa profit dan
eksploitasi dapat dinaikkan dengan memperpanjang hari kerja dan mempekerjakan perempuan dan anak-anak
dengan upah yang lebih rendah ketimbang lelaki dewasa. Lebih jauh, mesin dan
kemajuan teknologi menurut Marx hanya menguntungkan kapitalis, bukan buruhnya.
d.
Kerja dan Keterasingan (Alienasi)
Manusia
Dalam “Economic and
Philosophical Manuscripts”, Marx menerangkan bahwa dalam pekerjaannya
manusia mengalami empat lapis keterasingannya, yaitu keterasingan dari hasil
kerjanya, keterasingan dari tindakan berproduksi, keterasingan dari sesama
manusianya, dan keterasingan dari speciesnya (jenisnya).
Dalam masyarakat industri
yang kapitalistis, yang berdasarkan milik pribadi, manusia khususnya kaum buruh
hanyalah alat dalam proses produksi.
e.
Teori
tentang perkembangan ekonomi menurut Marx sebenarnya dapat dibagi menjadi tiga
bagian, pertama pemikirannya tentang proses akumulasi dan konsentrasi, kedua
teori tentang proses kesengsaraan/kemiskinan yang meluas (die verelendung atau
increasing misery), ketiga teori tentang tingkat laba yang cenderung menurun
(krisis).
4.
Friedrich
Engels
Nama :
Friedrich Engels
Ayah/Ibu :
Friedrich Engels Sr./Elizabeth Franziska Mauritia von Haar
Istri :
Lydia “Lizzie” Burns
Pekerjaan :
Industrialis, Ilmuwan sosial, penulis, teorikus politik, ahli Filsafat, Jurnalis
Agama : Protestan
Era :
Filsafat abad ke-19
Minat Utama : Filsafat politik, ekonomi,
perjuangan kelas, kapitalisme
Karya : The Holy Family (1844), The Condition of the Working Class in England (1845), Manifesto Partai
Komunis (1848), Anti-Dühring, Herr Eugen Dühring's Revolution in Science
(1878), Socialism: Utopian and
Scientific (1880), Dialektika Alam (1883), The Origin of the Family, Private Property and the State (1884)
Gagasan Penting : Keterasingan dan
eksploitasi pekerja, materialisme historis
Friedrich Engels
adalah anak sulung dari industrialis tekstil yang berhasil. Sewaktu ia dikirim
ke Inggris untuk memimpin pabrik tekstil Ermen and Engels milik keluarganya
yang berada di Manchester, ia melihat kemiskinan yang terjadi kemudian menulis
dan dipublikasikan dengan judul Kondisi dari kelas pekerja di Inggris
(Condition of the Working Classes in England, 1844). Pada tahun 1844 Engels
mulai ikut berkontribusi dalam jurnal radikal yang ditulis oleh Karl Marx di
Paris. Kolaborasi tulisan Engels dan Marx yang pertama adalah The Holy
Family. Mereka berdua sering disebut "Bapak Pendiri Komunisme",
di mana beberapa ide yang berhubungan dengan Marxisme
sudah kelihatan. Bersama Karl Marx
ia menulis Manifesto Partai Komunis
(1848).
Setelah Karl Marx meninggal, ialah yang menerbitkan jilid-jilid lanjutan
bukunya yang terpenting adalah Das Kapital.
Pemikiran-pemikiran
Friedrich Engels:
a. Dalam
bukunya Les éléments de l’ideologie, Destutt de Tracy mendefinisikan ‘ilmu
gagasan-gagasan’ sebagai berikut: “Ilmu itu bisa disebut ideologi, jika orang
hanya mengamati pokok masalahnya; tata bahasa umum, jika orang hanya mengamati
metode-metodenya; dan logika, jika orang hanya mengamati tujuannya. Apapun
namanya, ilmu itu pasti memuat tiga bagian ini, karena yang satu tak bisa
dijalankan secara memadai tanpa menjalankan juga dua yang lainnya. Jadi, boleh
dibilang bahwa asal-usul istilah ideologi hanya berarti ‘ilmu tentang
gagasan-gagasan’.
b. Engels
menempatkan agama sebagai sebentuk ideologi yang digunakan oleh kelas dominan
untuk menyamarkan kenyataan dan mengendalikan kelas-kelas terhisap, Engels juga
menjelaskan agama secara empiris dalam wujud analisis pertarungan kelas dalam
suatu kurun waktu tertentu. Pemikiran ini muncul dalam karya Engels mengenai
Sejarah Kekristianian Awal (1894-6, MEA h.335-366) tentang asal-muasal agama
Kristiani dan The Peasant War In Germany (1871) tentang
pemberontakan-pemberontakan petani di jaman feodal. Untuk lebih jelasnya
menyinggung pemikiran Engels tentang agama, terdapat sebuah esai berjudul “Di
Balik Agama: Analisis Engelsian atas Konflik Keagamaan dalam Masyarakat Tibet“
yang ditulis oleh Stanley Khu. “Engels beranggapan bahwa agama dijadikan alasan
untuk berperang,”. Dari kasus pada tulisan tersebut, dapat disimpulkan bahwa
konflik yang terjadi sebenarnya adalah karena alasan ekonomi. Sedangkan agama
hanya tampakan luar, atau pembalut konflik yang sesungguhnya.
Pemikiran Engels lebih banyak
berkenaan tentang filsafat dan ideologi sedangkan Marx cenderung kepada
ilmu-ilmu sosial. Namun secara umum, pemikiran Engels tidak dapat dipisahkan
dengan pemikiran Marx itu sendiri. Engels sama sekali bukan hanya juru ketik
dan donatur Marx. Pemikiran mereka berdua berdiri bersamaan, yang satu bukan
lah subordinat dari yang lainnya, bahkan keduanya saling melengkapi.
5.
Robert Owen
Nama :
Robert Owen
Tempat, tgl lahir : Newton, Montgomeryshire, Wales, 14 Mei 1771
Meninggal :
17 November 1858 (umur 87)
Pekerjaan :
Co-operator, social reformer
Istri :
Caroline Dale
Robert Owen (lahir
di Newton, Powys, Montgomeryshire, Wales, 14 Mei 1771 – meninggal 17 November 1858 pada umur 87
tahun) adalah pemikir utama sosialisme
utopis, dia adalah seorang pelaku bisnis sukses yang menyumbangkan
banyak laba dari bisnisnya demi peningkatan hidup karyawannya. Dia dianggap
sebagai "Bapak" gerakan koperasi.
Dia mendirikan suatu pabrik tekstil di New Lanark, Skotlandia dan
memperkenalkan waktu kerja lebih pendek, membangun sekolah untuk anak-anak dan
merenovasi rumah-rumah tempat tinggal pegawainya.
Ia juga menyediakan suatu
komunitas Owenite yg
disebut New Harmony (Keselarasan
Baru) di Indiana, AS. Kontribusi utama Owen ke pikiran kaum sosialis adalah
pandangan yang dimana perilaku sosial manusia tidaklah tetap atau absolut, dan
manusia itu mempunyai kemauan bebas untuk mengorganisir diri mereka ke dalam
segala bentuk masyarakat yg mereka inginkan.
Pada tahun 1820-an
revolusi industri di Inggris menyebabkan banyak penderitaan pada masyarakat
Inggris, seperti pekerja anak-anak tanpa perlindungan, jam kerja yang panjang,
tenaga kerja terdesak oleh penggunaan tenaga mesin, pemberontakan-pemberontakan
kecil dan berbagai protes muncul dimana-mana.
Seorang tokoh sosialis
yang bernama Robert Owen memiliki sebuah pabrik yang dipimpinnya dalam keadaaan
yang ideal, tidak ada pekerja anak, jam kerja masih pendek (10-11 jam perhari),
pintu ruang kerja pimpinan pabrik selalu terbuka dan setiap pekerja boleh
mengajukan keberatan-keberatan peraturan kerja di pabrik.
Pemikiran Robert Owen
yaitu saran-saran yang diajukan untuk keadaan dunia perdagangan tahun
1816-1820. Diantaranya perbaikan kondisi kerja dalam pabrik, jam kerja yang
lebih pendek, penghapusan tenaga kerja anak-anak, dan orang-orang miskin yang
diarahkan menjadi produktif. Selain itu, ia merupakan penggagas desa-desa
gotong royong (village of cooperation) meskipun pada saat
itu Laissez-faire berlaku. Robert Owen menggagaskan kepada masyarakat
mengenai pentingnya koperasi yang pada saat itu di desa tersebut banyak
bermukim kaum petani dan pekerja pabrik. Tetapi usulannya mengenai desa gotong
royong ditolak oleh parlemen karena mendapat banyak kritik. Dengan semangat dan
kerja kerasnya ia mengumpulkan dana dari perusahaannya sendiri untuk membantu
kesejahteraan para pekerja dengan sistem koperasi yang digagasnya.
6. Louis Blanc
Nama :
Louis Jean Joseph Charles Blanc / Louis Blanc
Tempat, tgl lahir : Madrid, Kerajaan Spanyol 29 Oktober 1811
Meninggal :
6 Desember 1882 (umur 71) Cannes, Perancis
Era :
Filsuf abad ke-19
Aliran :
Sosialisme
Minat Utama :
Politik, sejarah, ekonomi
Gagasan penting : Hak bekerja, Lokakarya Nasional
Dipengaruhi :
John Stuart Mill, Robert Owen, Comte de Saint Simon
Mempengaruhi :
Joseph Dejacque, Peter Kropotkin, Mikhail Bakunin, Pierre-Joseph
Louis Jean Joseph Charles adalah politisi dan sejarawan Perancis.
Seorang sosialis yang menyukai reformasi, dia menuntut
pembentukan koperasi untuk menjamin pekerjaan kaum
miskin kota.Setelah Revolusi 1848 Blanc
menjadi anggota pemerintahan
sementara dan mulai menganjurkan pembentukan koperasi yang di
masa awal akan dibantu pemerintah, tetapi pada akhirnya akan dikontrol oleh
pekerja itu sendiri. Anjuran Blanc tidak berhasil, dan di antara kecenderungan
pekerja radikal dan Garda
Nasional, dia dipaksa ke pengasingan.
Blanc kembali ke Perancis
pada 1870, sebelum berakhirnya Perang Perancis-Prusia, dan menjabat
sebagai anggota Majelis Nasional. Meski dia tidak
mendukung Komune Paris, dia berhasil mengusulkan amnesti
bagi Communard. Meskipun ide
Blanc tentang koperasi pekerja tidak pernah terealisasi, gagasan politik dan
sosialnya sangat menyumbang perkembangan sosialisme di Perancis.
Sosialisme negara (state
socialism) meliputi gagasan mengenai pemilikan pemerintah dan pelaksanaan
seluruh sector dengan tujuan untuk mencapai sasaran masyarakat keseluruhan.
Sosialis negara menganggap negara sebagai kekuatan yang adil sehingga mampu
menguntungkan kaum buruh, negara dapat mengambil alih perusahaan-perusahaan
yang memonopoli masyarakat sehingga dapat membantu perkembangan perekonomian
melalui pemberian subsidi kepada koperasi-koperasi.
Louis Blanc dalam
bukunya Organisation du Travail (1839) menyebutkan bahwa konflik
merupakan buah dari persaingan yang korbannya adalah masyarakat yang lemah. Ia
memberikan saran bahwa harus adanya kebijaksanaan upah yang sama serta adanya
koordinasi antara kepentingan individual dengan kepentingan umum. Louis
Blanc juga mengusulkan untuk mendirikan ateliers sociaux yang
merupakan pabrik yang dikelolan oleh negara, sehingga para pekerja mendapatkan
upah yang kayak. Pabrik yang digagasanya akan lebih unggul dibanding dengan
pabrik swasta karena produktivitasnya lebih tinggi dan memungkinkan karyawan
untuk mendapatkan insentif dari sebagian laba.
Louis Blanc sempat
mengimplementasikan gagasannya tersebut pada saat memasuki pemerintahan
revolusioner Prancis, akan tetapi mengalami kegagalan karena para pekerja
dipaksa untuk menyelesaikan pekerjaan yang tidak produktif.
7. John Stuart Mill
Nama :John
Stuart Mill
Tempat, tgl, Lahir : Pentonville, London 1806
Era :
ke-19
Aliran :
Sosialisme utopis, fourierisme
Gagasan penting : Public/private
sphere, hierarchy of pleasures in utilitarianism, rule utilitarianism,
liberalism, early liberal feminism, harm principle, Mill's Methods, direct
reference theory
Dipengaruhi :
Plato,
Aristotle, Demosthenes, Epicurus, Aquinas, Hobbes, Locke, Hume, Babbage,
Berkeley, Bentham, Francis Place, James Mill, Harriet Taylor Mill, Smith,
senior, Ricardo, Tocqueville, W, Von Humboldt, Goethe, Bain, Auguste, Comte,
Saint Simon, Marmontel, Wordsworth, Coleridgw, Herder
Mempengaruhi : William
James, John
Rawls, Bertrand
Russell, Isaiah
Berlin, Karl
Popper, Ronald
Dworkin, H.
L. A. Hart, Peter
Singer, Wilhelm
Dilthey, Roger
Crisp, John Maynard Keynes, Milton
Friedman, William
MacAskill
John Stuart Mill dilahirkan pada Rodney Street di
Pentonville daerah Londonpada tahun 1806, anak sulung dari filsuf Skotlandia,
sejarawan dan imperialis James Mill dan Harriet Burrow. Mill muda tidak pernah
sekolah, namun ayahnya memberi suatu pendidikan yang sangat baik. Terbukti
sejak kecil usia 3 tahun sudah diajari bahasa Yunani, bahasa Latin pada usia 8
tahun, serta ekonomi politik dan logika (termasuk karya asli Aristoteles) pada
usia 12 tahun dan mendiskusikannya dengan ayahnya. Selanjutnya Mill mempelajari
ekonomi, Demonthenes dan Plato khususnya pada metode dan argumentasi (Mudhofir,
2001: 362).
Pada usia 15
tahun, ia membaca karangan Jeremy Betham dan berhasil mempengaruhi paradigma
berfikirnya, sehingga ia mematangkan pendapatnya dan memantapkan tujuannya
untuk menjadi ”Sosial Reformer” (pembaharu sosial). Ketika berusia 17 tahun,
Mill bekerja di India House Company, di mana Ia mengabdi selama tiga puluh lima
tahun sampai perusahaan tersebut bubar pada tahun 1853. Selama tahun 1865-1868
Mill menjadi anggota dalam Lower House parlemen Inggris (Suseno, 2003:
177).
Sejak kecil John
Stuart Mill juga mendapatkan pendidikan langsung dari pamannya Jeremy Betham.
Sehingga tidak mengherankan ketika berusia 20 tahun, Mill sudah terkenal
sebagai pemimpin gerakan utilitarianisme yang kritis. Di samping itu, ketika
bekerja di India Company pada tahun 1823, Ia selalu meluangkan banyak
waktu untuk melakukan pengembaraan intelektual dan menyebarkan ajaran
utilitarianisme melalui surat kabar dan jurnal (Schmandt, 2004: 454).
Pada tahun
1831 ia diperkenalkan pada Harriet Taylor, istri seorang saudagar makmur. Kisah
cinta platonik mill dengan Harriet menjadi legenda. Mereka melakukan percakapan
intensif dan Mill memuji Harriet karena telah banyak memberikan inspirasi
terhadap karya-karya pemikiran dan tulisannya. Suami Harriet meninggal pada tahun
1849 dan tiga tahun kemudian Harreit dan John pun menikah. Harriet meninggal
pada tahun 1858, setelah kematian istrinya, John mulai menulis tentang
karya-karyanya dan beberapa waktu berdinas di parlemen antara tahun 1865-1868.
Ia meninggal di Avignon pada tahun 1973 dikarenakan sakit.
Mengingat pekerjaannya yang begitu intensif, tidaklah
mengherankan bahwa pada tahun 1826 ia mengalami keambrukan karena sakit saraf. Namun,
krisis mental itu mempunyai efek yang positif. Ia mulai membebaskan diri dari
filsafat Jeremy Betham dan mengembangkan pahamnya sendiri tentang
utilitarianisme. Paham ini dirumuskannya dalam essay Utilitarianism dari tahun
1864, yang kemudian menjadi bahan sebuah diskusi hebat selama hampir seluruh
akhir abad ke 19, terutama di Inggris. Paham khas tentang utilitarianisme yang
dirumuskan Mill merupakan sumbangan penting kepada filsafat moral. Ia meninggal
di Avigron di Prancis pada tahun 1873.
Mill adalah
seorang penulis yang produktif. Tulisan-tulisannya tentang ekonomi dan
kenegaraan dibaca luas. Salah satu tulisannya paling gemilang dalam etika
politik segala zaman adalah bukunya On Liberty di tahun 1859, yang merupakan
pembelaan kebebasan individu terhadap segala usaha penyamarataan masyarakat.
Tulisan lainnya yang penting adalah System of Logic pada tahun 1843, Principles
of Political Economy pada tahun 1848, Considerations on Representative
Government, dan The Subjection Of Women diseleseikan pada tahun 1861, tiga
tahun setelah kematian Harriet, Mill menggambarkan kesulitan kaum wanita di
dalam sebuah tatanan sosial pada tulisan karyanya ini, serta Utilitarianism,
diseleseikan pada tahun 1863. Mill menjadi tokoh intelektual liberalisme
Inggris kedua yang tidak lagi membela paham laissez faire klasik, melainkan
memperhatikan tuntutan-tuntutan keadilan social (Magnis
Suseno, 1998: 177-178)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mazhab Sosialisme dikatakan lahir
dan berkembang sebagai reaksi terhadap akibat buruk dari adanya revolusi
industri. Revolusi industri memang membawa kemajuan dan banyak kekayaan,
sungguhpun pada kenyataan banyak dari rakyat terutama kaum buruh yang hidupnya
tetap miskin karena gaji buruh bukan hanya sangat rendah tetapi juga selalu
ditekan.
Para tokoh pemikir Sosialisme sangat
anti terhadap kapitalisme dan individualisme, karena mereka yang semakin kaya
itu adalah hanya kaum pemilik modal atau kaum kapitalis, dengan demikian
terjadi kesenjangan ataupun ketimpangan pola hidup, yaitu jurang yang semakin
kaya antara si kaya dan si miskin.
Faktor-faktor yang mendorong lahirnya Sosialisme:
1. Karena adanya revolusi Industri.
2. Karena
bangkitnya kaum borjuis (majikan) dan kaum proletariat (buruh).
3. Munculnya
pemikiran-pemikiran baru yang lebih terpelajar, dan lebih rasional terhadap
kehidupan manusia & masyarakatnya.
4. Adanya tuntutan-tuntutan
berlakunya demokrasi dari hasil revolusi Perancis.
Ada tiga jenis sosialisme, yaitu
sosialisme utopian, sosisalisme negara dan sosialisme anarkis.
Tokoh-tokoh dari mazhab sosialis
diantaranya yaitu Karl Marx, Friedrich Engels, Louis Blanc, Robert Owen, Joseph
Pierre, Thomas Hodgskin, dan John Stuart Mill yang masing-masing memiliki
pemikiran-pemikirannya.
B. Saran
Dengan adanya pemikiran
dari tokoh-tokoh ekonomi sosialis diharapkan pemikiran-pemikiran mengenai teori
ekonomi dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan ekonomi. Dalam makalah ini
masih banyak kekurangan, baik dari kapasitas materinya yang kurang ataupun dari
segi bahasanya yang sulit dimengerti, dll. Maka dari itu untuk perbaikan
makalah-makalah yang selanjutnya, mohon kritik dan saran yang membangun sebagai
bahan instropeksi kami dalam penyusunan sebuah makalah.
Daftar Pustaka
Buku
Sastradipoera,
K. (2001). Sejarah Pemikiran Ekonomi:
Suatu Pengantar Teori dan Kebijaksanaan Ekonomi. Bandung: Penerbit
Kappa-Sigma
Skousen,
M. (2005). Sang Maestro Teori-Teori
Ekonomi Modern: Sejarah Pemikiran Ekonomi. Jakarta: Prenamedia Group
Sumber
lainnya
Hussein,
Zaki Mohamad. Sosialisme Ilmiah. Left
Book Review IndoProgress. Edisi XI/2013. Diakses: 17 Juni 2013 dari https://indoprogress.com/2013/06/sosialisme-ilmiah/
Marx,
K. (1989). Introduction to the French
Edition of Engels’ Socialism: Utopian and Scientific, dalam Karl Marx dan
Frederick Engels, Collected Works, Jilid 24. New York:
International Publishers
Marx & Engels
Collected Work, Volume 24, hal
281-325. Lawrence & Wishart, 2010. Diakses dari https://www.marxists.org/indonesia/archive/marx-engels/1880/utopi-ilmu/index.htm
Wikipedia. Pierre Joseph Proudhon. [Online]. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Pierre-Joseph_Proudhon
Wikipedia. Robert Owen. [Online]. Diakses dari https://id.wikipedia.org/wiki/Robert_Owen
Buku yg menjelaskan latar belakang timbulnya Mazhab sosialis namax apa
BalasHapus